Let me tell you a story. Di suatu belahan dunia, sekelompok mahasiswa hukum mendapat tugas dari kampusnya untuk meriset faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan para juri di persidangan. Sekelompok mahasiswa idealis ini tentunya sangat antusias menjalankan tugasnya. Mereka melakukan wawancara mendalam dan pengamatan di berbagai persidangan.
Mereka mendata komposisi usia, gender, pengalaman dan hampir semua faktor hingga mencapai sebuah kesimpulan. Ternyata, bentuk meja berpengaruh terhadap pengambilan keputusan. Bentuk persegi memberikan kecenderungan siapapun yang duduk di ujung depan, diantara bagian kanan dan kiri tempat duduk tim juri lainnya, lebih mendominasi pembicaraan.
Dominasi tersebut yang akhirnya mengarahkan hasil persidangan. Berbeda dengan tim juri yang rapat dengan meja berbentuk bundar atau oval. Para juri yang membahas hasil persidangan dengan meja bundar/oval cenderung egaliter. Hasil persidangan dibahas dengan lebih proporsional dan obyektif tanpa adanya dominasi dari pihak manapun.
Temuan tersebut diapresiasi oleh dosen para mahasiswa tersebut dengan nilai A. Lembaga peradilan pun sangat mengapresiasi presentasi hasil riset mereka. Sejak saat itu, lembaga peradilan di belahan dunia tersebut hanya menggunakan meja persegi. Mereka menyingkirkan semua meja bundar/oval untuk tim juri peradilan.
Bagi para mahasiswa, ini sangat ironis. Bukan seperti itu tujuan mereka. Alih-alih mengganti meja persegi dengan meja bundar, lembaga peradilan malah melakukan yang sebaliknya. Lembaga peradilan memilih meja persegi agar proses peradilan lebih cepat.
Di mata lembaga peradilan, pengambilan keputusan menjadi lebih efisien dan tidak memboroskan waktu dengan meja persegi. Sementara diskusi dengan meja bundar/oval menyebabkan antrian sidang lebih panjang karena keputusan tidak kunjung dikeluarkan. Diskusi yang adil di meja bundar ternyata membutuhkan waktu yang lebih lama.
Para mahasiswa merasa bersalah dengan temuan mereka. Semua ini tidak akan terjadi jika sebelumnya mereka tahu tujuan dilakukan riset. Ternyata bukan untuk meminimalisir bias pengambilan keputusan. Tujuan riset yang sebenarnya adalah efisiensi waktu.
Itulah cerita yang mengajarkan kepada kita pentingnya mengetahui tujuan sebelum melakukan sesuatu. Para mahasiswa yang cemerlang akhirnya kecewa. Riset berhasil, namun tujuan mulia mereka tidak tercapai. Pada akhirnya tujuan riset mereka berseberangan dengan tujuan lembaga peradilan.
Oleh karena itu kita perlu tahu tujuan sebelum kita diminta untuk melakukan sesuatu. Kemudian supaya tidak kecewa, pastikan tujuan tersebut tidak berseberangan dengan nilai-nilai serta prinsip yang kita pegang. Sebagaimana semangat giling PT PG Rajawali I tahun 2018, yaitu “rapatkan barisan, fokus pada tujuan, satu jiwa raih juara”.
Menjadi industri berbasis tebu yang unggul dalam persaingan global adalah visi PT PG Rajawali I. Misi kami adalah : a) Peningkatan kinerja terbaik melalui pencapaian produktivitas dan efisiensi dengan berorientasi pada kualitas produk dan pelayanan pelanggan yang prima serta menjadi perusahaan yang memiliki komitmen yang tinggi terhadap kelestarian lingkungan dan b) Melakukan langkah-langkah inovasi, diversifikasi, dan ekspansi untuk tumbuh dan berkembang yang berkelanjutan. Untuk mencapai visi dan misi perusahaan tersebut, PT PG Rajawali I menetapkan 5 (lima) budaya atau nilai perusahaan (corporate values), yaitu PINTER (Profesionalism, Integrity, Teamwork, Excellence, Respect). (rsd).
semoga bisa menjalankan visi dan misi dengan baik