Setidaknya ada tiga issue negative terkait industri gula nasional yang perlu disikapi dan dikritisi dari sudut pandang praktisi. Pertama, issue rendahnya efisiensi pabrik gula BUMN karena merupakan pabrik warisan jaman kolonial. Pendapat tersebut tidak sepenuhnya benar. PT PG Rajawali I terbukti mampu menghasilkan kinerja rendemen tertinggi se-perusahaan gula BUMN selama enam tahun berturut-turut sejak tahun 2012-2017 serta terbukti selalu membukukan laba di atas pesaing perusahaan gula BUMN lainnya. Meskipun PT PG Rajawali I memiliki asset dan omset jauh lebih kecil dibanding PTPN X dan XI namun selalu membukukan laba di atas mereka.
Kedua, kualitas gula kristal putih (gula pasir) disinyalir tidak sesuai Standard Nasional Indonesia (SNI). Padahal dua unit usaha PT PG Rajawali I, yaitu PG Rejo Agung Baru (Madiun) dan PG Krebet Baru (Malang) sama-sama telah mengantongi sertifikasi SNI Gula Kristal Putih 3140.3:2010 dari Lembaga Sertifikasi Profesi (LS-Pro) PT TUV Nord Indonesia yang juga telah mendapat akreditasi dari Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Pada tahun 2017 memang pernah terjadi fenomena yang cukup menggemparkan masyarakat pergulaan nasional. Hampir seluruh PG BUMN yang disidak oleh Kementerian Perdagangan terkena PPNS line karena ketika disampling di gudang ditemukan ada gula yang memiliki warna larutan (icumsa unit/IU) di luar standar SNI. Kementerian Perdagangan menjalankan sidak tersebut sebagai tindak lanjut dari diberlakukannya SNI Gula Kristal Putih 3140.3:2010 secara wajib oleh Kementerian Pertanian.
Padahal jika dikaji lebih mendalam kepada konsumen gula pasir yang secara umum adalah rumah tangga (bukan industri makanan/minuman), gula pasir yang berwarna lebih kuning lebih diminati dibanding gula pasir yang berwarna putih. Bagi penjual kopi misalnya, lebih menyukai gula yang agak kuning karena lebih manis. Sehingga penggunaannya akan lebih hemat dibanding gula yang berwarna putih.
Ketiga, issue keamanan pangan terhadap konsumsi gula kristal putih. Meskipun diwajibkan oleh regulasi pemerintah, namun sejatinya ketidaksesuaian SNI yang disidak, yaitu warna larutan gula (icumsa unit/IU) bukanlah kriteria terkait keamanan pangan yang akan merugikan konsumen. Diketahui dalam kriteria SNI Gula Kristal Putih 3140.3:2010 terdapat dua kelompok kriteria, yaitu kriteria mutu terkait atribut (warna, besar jenis butir, kadar air atau susut pengeringan dan polarisasi yang menunjukan kadar gula) serta kriteria terkait cemaran (keamanan pangan), yaitu kadar abu, belerang, timbal, tembaga dan arsen. Gula produksi PT PG Rajawali I konsisten sesuai standar SNI untuk kriteria cemaran logam. Artinya, gula produksi PT PG Rajawali I aman.
Jika dikaitkan dengan penyakit degeneratif, konsumsi gula pasir berlebih memang tidak disarankan untuk penderita diabetes. Oleh karena itu, produksi gula kristal putih memang untuk segmen konsumen yang membutuhkan gula. Berdasarkan American Heart Association (AHA), jumlah asupan gula maksimal yang disarankan sebanyak 25 gram atau 6 sendok teh yang setara 100 kalori per hari untuk wanita dan 36 gram atau 9 sendok teh yang setara 150 kalori per hari untuk laki-laki.
Data WHO memperkirakan jumlah penderita diabetes melitus (DM) tipe 2 di Indonesia akan mencapai 21,3 juta jiwa pada 2030. Jika penderita DM tipe 2 tersebut tidak mengkonsumsi gula, dengan rata-rata konsumsi gula 31 gram per hari, maka akan terjadi pengurangan permintaan nasional sebesar 0,237 juta ton gula per tahun. Angka pengurangan tersebut tidak signifikan dibanding jumlah kebutuhan gula nasional. Jika proyeksi kebutuhan gula nasional dikurangi proyeksi jumlah gula yang tidak akan dikonsumsi penderita DM tipe 2 di Indonesia, kita masih memiliki permintaan gula sebesar 2,6 juta ton per tahun. Dipastikan angka tersebut akan terus tumbuh dengan adanya pertumbuhan penduduk.
Menyikapi kondisi di atas, seluruh pabrik gula nasional baik swasta maupun BUMN harus bisa merapatkan barisan. Bersinergi dan saling menguatkan untuk dapat mencukupi kebutuhan gula nasional. Banyaknya pekerjaan rumah yang tidak sederhana ini membutuhkan dukungan dari berbagai pihak khususnya pemerintah lintas sektoral. Inilah pertimbangan-pertimbangan yang masih dikaji dan dikonsolidasikan melalui penyusunan RJPP PT PG Rajawali I. Semoga PT PG Rajawali I dapat menyusun RJPP secara komprehensif dan SMART. Specific, measurable, attainable, realistic and timely. Salam ekselen! (rsd).