DISKUSI TATA KELOLA DI ERA BIG DATA

SURABAYA – Kamis (11/04), bertempat di Hotel Four Points, Ruang Cinnamon 1, Tunjungan Plaza Surabaya, insan PT PG Rajawali I berkesempatan mengikuti diskusi bertajuk “Mencapai Tujuan Perusahaan Melalui Tata Kelola dan Rencana Digitalisasi yang Efektif“. Kegiatan tersebut diadakan oleh PwC Indonesia.

Sepakat dengan PwC, PT PG Rajawali I juga menyadari bahwa seiring dengan pertumbuhan bisnis dan kompleksitas lingkungan usaha, tantangan untuk mencapai tujuan bisnis semakin berat. Penerapan elemen tata kelola melalui pengelolaan risiko yang tepat, serta rencana digitalisasi dan penggunaan data menjadi salah satu solusi untuk mengelola risiko dengan efektif dan membantu pencapaian tujuan perusahaan.

Tata kelola yang dimaksud adalah relasi yang terstruktur antar stakeholder (karyawan, manajemen, pemegang saham, pemasok, pelanggan, dan mitra) untuk mencapai tujuan perusahaan. Menurut Gopinath Menon (Advisor Risk Assurance PwC Indonesia), ada dua syarat untuk mempermudah pencapaian tujuan perusahaan. Pertama, Jobdesk dan alur kerja masing-masing struktur harus jelas (clear flow requirement). Kedua, monitoring harus kuat.

Salah satu studi kasus yang dicontohkan oleh PwC terkait tata kelola yang baik adalah Pemerintahan Kota Surabaya di bawah Ibu Risma. PwC mengapresiasi hasil kinerja Pemkot Surabaya yang berhasil merubah wajah Kota Surabaya menjadi lebih bersih dan teratur. Para karyawan PT PG Rajawali I yang kantornya berada di pusat Kota Surabaya tentunya turut merasakan langsung transformasi tersebut.

Langkah untuk menciptakan tata kelola yang baik di era digitalisasi menurut PwC sederhana. Pertama, sepakati dulu tujuan perusahaan. Sebagai BUMN dengan experience di industri gula berbasis tebu rakyat, kita ini mau apa dan seberapa harus jelas. Kemudian, tentukan strategi untuk mencapai tujuan tersebut. Pertimbangkan kondisi internal (kelebihan dan kelemahan) serta eksternal (peluang dan ancaman).

Sangat alamiah jika di setiap tujuan pasti muncul risiko. Baik risiko positif (menguntungkan) maupun risiko negatif (gagal). Oleh karena itu pahami dan petakan risiko. Selanjutnya, dibuat program-program untuk mengoptimalkan risiko positif dan atau menghindari/menanggulangi/membagi risiko negatif. Daftar risiko tersebut kemudian menjadi fokus obyek audit, sehingga disebut “risk base audit”.

Instrument untuk memetakan risiko adalah orang (people) melalui in depth interview, brainstorming atau kajian data historis. Namun untuk proses monitoring, diperlukan bantuan Teknologi Informasi. Idealnya, software yang digunakan telah terintegrasi dengan semua proses bisnis menggunakan Enterprise Resources Planning (ERP). Khususnya untuk mengelola data. Saat ini penggunaan Microsoft Excel dinilai tidak cukup untuk perusahaan yang mengelola data >60.000 row. Namun apapun alat yang digunakan, basis pengelolaan data yang paling prinsip adalah data harus benar.

Ada istilah,“Garbage in garbage out”. Jika yang diinput adalah data invalid maka hasilnya pun tidak dapat mencerminkan kondisi sebenarnya. Bad input will result in bad output. Meskipun input yang baik belum tentu menghasilkan keluaran yang baik karena dapat dirusak oleh proses yang tidak baik. Maka, konsisten baik pada input, proses, output bukanlah pilihan namun kebutuhan. Didukung doa dan kewaspadaan agar tidak sampai salah langkah.

Menurut PwC, kedepan, pengelolaan data yang benar akan bernilai mahal. Diprediksi lebih mahal dari minyak. Data yang benar tersebut memiliki nilai trust yang tinggi. Trust merupakan komoditas langka dan mahal. IT dapat membantu membangun trust secara digital di era industri 4.0 maupun 5.0. Namun pengelolaan dan penggunaanya tidak serta merta terjadi.

Ada 4 (empat) tahapan kematangan sistem IT: a) descriptive, untuk pelaporan atau mengetahui apa yang terjadi; b) diagnostic, untuk mengetahui mengapa sesuatu terjadi; c) predictive, untuk mengetahui apa yang akan terjadi dan d) prescriptive, untuk menentukan hal yang terbaik yang harus dilakukan untuk antisipasi kondisi di masa depan.

Pada era big data, semua tahap tersebut baru dapat benar-benar tercapai jika dilakukan secara kolaboratif. Pemerintah, dunia industri, akademisi dan masyarakat adalah big data yang saling terkait. Seluruh elemen terkait tersebut, termasuk insan RNI harus bisa berkontribusi memberikan data benar. Siapkan diri memasuki masa depan. Transformasi untuk RNI baru. Satu jiwa raih juara! (rsd).

3 Replies to “DISKUSI TATA KELOLA DI ERA BIG DATA”

Leave a Reply to shafly alfiansyah Cancel reply